Thursday, January 20, 2011

Cerita 17th terhangat - Cerita di Restoran Intan Marina

Sebenarnya aku malu menceritakan cerita 17th dewasa ini, tapi demi pelajaran buat teman-teman aku akan menceritakan dengan lengkap. Hari ini panas sekali.
Video Bokep 3gp
 Aku merasa agak BT (Birahi Tinggi) dan sedang melamun jorok beberapa menit. Lalu kutelepon temanku, Anna yang baru kukenal tiga bulan.
Aku masih ingat waktu bertemu dengannya pertama kali, orangnya berani, mandiri, cantik dan tidak sombong. Dia suka mode dan musik Jazz Fusion. Kebetulan dia ada di rumah dan sehabis bicara basa-basi beberapa menit, kutanya Anna, apa dia ada waktu untuk makan malam berdua hari ini. Anna menjawab, “Bagus, boleh aja!” Kami janji di restoran Intan Marina jam 19:00. Sehabis telepon Anna, aku memesan tempat duduk yang intim di restoran itu, supaya kami bisa enak makan dan bicara. Ternyata, tempatnya masih ada. Pada jam 18:50 aku tiba di restoran Intan Marina dan Anna datang kira-kira 5 menit kemudian. Wah, aku kagum melihat Anna, dia tambah cantik dan sensual! Dia memakai blus, rok dan sepatu gaya Itali. Tasnya cocok dengan pakaiannya.
Hatiku senang sekali melihat dia lagi. Dia orangnya ‘Trendy Woman’. Kami saling menyambut dengan pelukan dan ciuman yang mesra di pipi. Anna juga kagum melihatku, “Woow, penampilanmu hebat, Michael! Kamu sedikit berotot,” katanya. Aku menjadi sedikit malu sambil tersenyum lebar. Pelayan restoran menyambut kami dengan senyum yang ramah dan agak nakal, sepertinya dia sudah tahu apa yang akan terjadi nanti. Restorannya lumayan besar, ada AC dan kami diantar ke ruang makan privat yang besar dan sejuk di lantai dua, dekat pintu darurat. Sesudah kami lihat daftar makanan, kami memesan satu porsi ikan tiram, ikan gurami goreng saos Inggris, nasi goreng dan cah brokoli pakai saos tiram. Minumannya, anggur putih Perancis untuk Anna dan anggur merah Lambrusco dari Itali. Sambil menunggu makanan datang, Anna pergi ke toilet. Sesudah kira-kira 10 menit dia kembali dengan wajah yang nakal, bibirnya dilapiskan ekstra dengan lipstik merah yang norak dan rambutnya disanggul. Kusambut dia juga dengan senyum yang nakal.
Kami saling mencium pipi dan bau perfumnya enak sekali. Anna melihatku dengan mata yang sensual sambil bermain dengan lidahnya, sepertinya dia mau berkata, “I want you as my dinner, darling!” Pada saat itu juga aku tidak bisa berkata apa-apa, kecuali terima seluruh penampilannya saja. Sesudah kira-kira 20 menit, pelanyan restoran mengantar makanan kami dan waktu dia sudah selesai membagi makanan itu, dia berkata sambil senyum lebar, “Selamat makan dan nikmatilah kehidupan ini!” Kami serentak membalas, “Terima kasih, Pak!” Anna mulai mengambil satu biji ikan tiram, lalu mendekatkan ke mulutnya. Selama beberapa detik ujung lidahnya menjilat dan mengulum ikan tiram itu seperti dia bermain dengan kemaluan laki-laki dan menelan seluruh ikan itu sambil bermain mata denganku. Hatiku berdebar, mataku melotot dan burungku setengah bangun dari tidurnya. Setelah itu, Anna mengambil seteguk dari gelas anggur putihnya dan satu jari telunjuknya dicelupkan ke dalam gelasnya. Dia taruh jari itu di ujung lidahnya. Terus, dia mengisap jarinya secara sensual. Aku tidak tahan lagi melihat permainannya dan menuju ke Anna. Kuambil jari itu dari mulutnya dan kumainkan dengan lidahku. Karena tidak tahan lalu aku pun mengulum lidahnya dan Anna mengerang seksi. Sesudah beberapa detik, aku berhenti dan mengambil sebiji ikan tiram, tapi Anna tidak sabar dan mendorong kepalaku ke buah dadanya. “Tolong jilat puting susuku,” katanya dengan suara yang sedikit serak. “Sabar dulu dong, sayang. Nanti ikannya menjadi dingin, nih!” balasku mesra. Buah dadanya cukup besar (cup C) dan halus. Anna berbisik di telingaku, “Aaah, aku udah nggak sabar menunggu lagi, sayang. Aku sudah menjadi basah di bawah ini. Rasakan aja dengan jarimu.” Memang benar, celana dalamnya sudah basah dan saat kusentuh liang kewanitaannya yang berbulu lebat itu ternyata basah kuyup. Hmm, inilah saatnya untuk membuat dia lebih gatal lagi. Pokoknya, ABG (Atas Bawah Gatal!) Kemudian aku memisahkan bulu-bulunya dan menjilat liang senggamanya secara halus dan pelan-pelan, mulai dari klitorisnya sampai ke bawah dan ke atas lagi. Rasanya enak, manis seperti buah kelengkeng. Aku mendengar suara Anna yang makin lama makin serak. Tiba-tiba dia berteriak dan berkata, “Oooh Michael.. jangan berhenti.. teruskan aja.. hmm.. enaak caranya begitu.. hmm.. ooh.. aku gatal sekali nih!” Dia tarik kedua kakinya ke arah dadanya dan aku mulai melepaskan celana dalamnya. Aku melihat lubang pantatnya yang bersih dan agak mekar, ada banyak bulu di sekitarnya. Terus, aku menjilat lubang pantatnya.
Rasanya seperti kue bakpao. Sambil menjilat aku membuat kesimpulan, “Woow, jangan-jangan dia sudah beberapa kali diajak main ala Yunani!” Kuajukan pertanyaan yang lugas, “Kamu pernah pergi ke negeri Yunani?” Anna berkata dengan suara yang lembut, sambil menyentuh kemaluannya dengan tangan kirinya, “Oooh ya, sayang.. aku sudah beberapa kali pergi ke negeri Dewa dan Dewi itu. Hmm, enak main-main ala Yunani yang kuno! Kamu orangnya pinter ya, Michael. Kamu suka mempelajari pantat cewek?” Kujawab secara jujur dan lugas, “Iya, bener, aku suka pantat cewek-cewek!” Tiba-tiba terdengar suara dari perutku yang tandanya aku lapar. Terus, aku usulkan, “Eh, Anna, aku jadi laper nih. Ayo, kita lanjutkan makanannya lagi, supaya dapat tenaga untuk permainan kita selanjutnya.” Anna sedikit kecewa karena diinterupsi, tapi dia setuju dengan usulku. Ternyata dia juga lapar sekali. Sehabis makan, aku pergi ke toilet dan Anna bertanya, apa aku perlu ditemani. Aku bilang sambil senyum, “Tunggu sebentar, ya sayang? Jangan kuatir, aku cepet kembali lagi.” “Ya, cepetan aja ya, sebab aku sudah nggak tahan lagi! Sudah dua minggu aku tidak diajak main. Aku pesan buah-buahan, ya?” katanya. “Boleh aja, buah-buahan juga diajak main bersama kita nanti,” jawabku. Di toilet aku sedang buang air kecil sambil mengambil nafas yang dalam. Burungku sudah kembali setengah tidur lagi dan aku merasa suatu nafsu yang besar untuk bercinta dengan Anna. Sehabis ini, aku menuju ke wastafel untuk mencuci tanganku. Kulihat wajahku di cermin, gembira dan agak merah. Terus, aku bilang kepada diriku sendiri, “Cool, si Anna ini bener-bener perlu ditangani secara baik, sebab sudah rasa gatal total!” Lalu kukeringkan tangan basahku dan mengamati sekitar ruang toilet. Aku menemukan sebuah mesin kondom. Hatiku gembira, “Nah, ini dia, temanku yang dicari!” Kumasukkan uang logam ke dalam mesin itu dan tarik pada tombol di bawah. Lalu, ada dua biji kondom merek Durex yang keluar. Aku kembali ke ruang makan privat kami lagi. Di situ aku kaget saat melihat Anna dengan pantatnya menuju ke arah pintu masuk dan sedang main dengan dildo di dalam liang senggamanya. Sekarang pantatnya kelihatan lebar dan sedang bergoyang. Kuambil nafas dan mengelus pantatnya. Kemudian, kujilat pantat dan lubang pantatnya sampai dia mengerang, “Yaauw.. ya, Michael, tolong ambil dildo yang kecil dari tasku,” perintahnya. Kuambil tasnya dan mencari dildo di dalamnya. Lantas, kutemukan sebuah dildo yang kecil (warnanya kuning langsat), yang sering dipakai untuk melebarkan lubang pantat. Tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu ruang makan kami.
Aku tanya dengan hati yang jengkel, “Ya.. siapa itu?!” “Maaf ya, saya ganggu Pak.. saya pelayan restoran dengan mengantar buah-buahan,” kata pelayan restoran. “Tunggu sebentar, ya!” jawabku. Anna mengeluarkan dildo dari liang senggamanya dan kembali duduk di kursi tanpa memakai celana dalam, sedangkan aku menyimpan dildo kecil di dalam kantong kemejaku. Lalu, kubuka pintu dan pelayan restoran masuk. Dia menaruh buah-buahan yang sudah dikupas di atas meja makan dan sekaligus dia meringkas meja makan. Dia minta maaf sekali lagi pada kami. Sesudah dia pergi, aku mengamati wajah Anna yang kelihatan haus seks. Kemudian, Anna melepas rok dan blusnya serta memandangku dengan badan yang telanjang total. Terus, dia menuju ke arahku. Dia memeluk dan menciumku. Kutarik dia dari ciuman itu dan mengantarnya ke meja makan, menyuruhnya berbaring di atas meja itu. Anna sempat melepaskan kancing kemejaku dan kulepas celana panjang termasuk celana dalamku. Dalam sekejap waktu aku juga telanjang total. Terus, Anna mengambil sepotong buah mangga dan sekerat buah jeruk manis. Kedua-duanya diperas di atas burungku. Aku merasakan dinginnya sari kedua buah itu. Lalu, dia jilat burungku dan emut pelirku juga. Jilatannya terasa enak dan lembut sekali. Aku mengambil nafas yang dalam sambil bilang dengan suara yang serak, “Cool Anna, sedap sekali!” Tiba-tiba Anna berhenti dan mengambil dildo yang kecil tadi dari kantong kemejaku, lalu memberikannya padaku, dia memutar badannya dengan punggungnya menghadap ke arahku. Dia perintah, “Tolong masukkan dildo kecil itu ke dalam lubang pantatku tanpa disemir.” Kupikir, “Ya, kenapa tidak, tambah kelihatan erotis.” Anna sudah tidak sabar lagi, “Ayo, cepet dong!” Kemudian kumasukkan dildo itu ke dalam lubang pantatnya secara bertahap dan Anna berteriak seperti macan betina. Aku bermain-main dengan dildo kecil, keluar-masuk, keluar-masuk sampai Anna menjadi buas. Dia memutar badannya ke arahku lagi, menjilat burungku lagi dan kali ini secara rakus. Sementara waktu, aku harus jaga diri, supaya burungku tidak meledak terlalu cepat. Jadi, kutarik rambut Anna dan dia mengerti. Anna tanya, apa aku bawa kondom. Lalu, kukeluarkan kondom dari kantong celana panjangku dan membuka bungkusan kondom itu dengan gigi depanku. Lalu, kuambil kondom itu dan memasangnya di burungku yang sedang berdiri kencang. Kali ini, aku disuruh berbaring di atas meja makan dan Anna naik ke atas meja itu. Lantas, dia jongkok dan memasukkan batang kejantananku ke dalam liang kewanitaannya. Melalui kondom itu aku bisa merasakan betapa hangat dan basah liang kewanitaan Anna. Dia mulai pompaku dan aku bilang, “Tolong pelan-pelan aja dulu!” Aku meraba kedua buah dadanya sambil menjilat puting susunya. Kedua tanganku turun sampai ke pinggang dan pinggulnya. Lantas ke arah pantatnya sampai ketemu dildo kecil yang masih ada di dalam duburnya. Kuangkat tubuh Anna dan kuputar dia, sehingga aku memasukkan batang kejantananku dari belakang ke dalam liang senggamanya. Pompaanku seirama dengan dorongannya ke belakang. Aku bermain-main dengan dildonya, masuk-keluar, masuk-keluar. Anna menjadi buas dan seluruh badannya berkeringat. Lalu, aku tarik dildo kecil itu dari dubur Anna dan kumasukkan batang kejantananku (yang masih diselimuti oleh kondom) ke dalam lubang pantat Anna secara pelan-pelan, supaya dia tidak kesakitan. Dia mengerang sampai terengah-terengah. Aku berkeringat luar biasa. Aku bilang ke diriku, “Jangan semprot sekarang, jangan semprot sekarang!” Beberapa saat kemudian, aku sudah tidak tahan lagi dan berbisik pada Anna, batang kejantananku mau meledak. Anna berteriak, “Tolong semprotkan air manimu di wajahku.” Pada saat itu juga kutarik batang kejantananku dari lubang pantatnya sambil Anna cepat memutar badannya dan jongkok di depanku. Aku melepas kondomku dan menyemprotkan spermaku (yang berwana kuning langsat) di wajah dan mulut Anna sambil berteriak keras. Dia menelan spermaku dan menjilat batang kejantananku bersih sampai tetesan yang terakhir. Aku gemetar sekaligus merasa lega dan puas. “Terima kasih. Enak sekali, Michael. Cool man! Kamu tahu bener gimana caranya menggairahkan seorang wanita. Akan kuanjurkan juga ke teman-teman perempuanku yang lain.” kata Anna dan dia menciumku di mulutku. Lalu, dia pergi ke toilet. Aku minum dari gelas anggur merahku dan mengenakan pakaian lalu pergi ke toilet. Sesudah kira-kira 10 menit aku kembali ke ruang makan dan lihat Anna di situ sambil minum anggur putihnya.
Penampilannya sudah rapi kembali, tapi masih tersenyum nakal padaku. Lantas kami memutuskan untuk membayar dan pergi ke Hardrock Cafe. Sesudah membayar kami keluar dari restoran Intan Marina. Aha.. sudah agak sejuk di luar. Bagus, bagus! Aku puas hati sekali. Dan Anna, ooh.. dia meremas batang kejantananku sambil kami berjalan kaki ke mobilku. Ternyata Anna masih mau lagi, aku sampe kaget luar biasa, cerita dewasa kami terus berlanjut, walau akhirnya kami harus merasa berdosa.

Monday, January 17, 2011

Thursday, January 13, 2011

Cerita 17tahun dari Rina - Tubuhku Yang Hangat

Bace cerita ini terus ke mobile di http://ceritadewasa.prohost.mobi Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung, dan sekarang sudah tingkat akhir.
Lihat Aku lagi

 Untuk saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke tempat abangku di Jakarta.
Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya. Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk di kelas 2 SMP.
Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari. Oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena sekolah.
Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah karpet.
“Hallo, Oom Ryan..!” Rina yang baru masuk tersenyum. “Eh, tolong dong bayarin bajaj… uang Rina sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya.”
Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan bajaj yang cuma dua ribu rupiah.
Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan. Dia memandang kepadaku dan tertawa geli.
“Ih! Oom Ryan! Begitu to, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat.”
Gugup aku menjawab, “Rina… kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin.”
“Aahhh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tuh liat… cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem.”
Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina terus menonton. Dari dapur aku duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.
Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan… astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.
Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi astaga… jelas ia tidak memakai BH, karena puting susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai “bergerak”, sekarang benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.
Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.
“Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..?”
“Ah, gampang! Semut lagi push -up! Kan ada di tutup botol Fanta! Gantian… putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?”
Rina mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.
“Yang bener… Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di bajaj..!”
“Aahhh… Oom Ryan ngeledek..!”
Rina meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan… tersandung!
Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.
Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.
“Uuuhh… mmmhhh…” Rina menggelinjang.
Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya. Aahhh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!
Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua pahanya.
“Ehhh… mmmaaahhh..,” tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.
Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.
“Ooohh… aduuhhh..,” Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.
Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.
Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Rina.
“Mmmhh… mmmhhh… ooohhhmmm..,” ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.
Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.
Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.
Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Rina, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.
“Ohhmm, mam… masuk… hhh… masukin… Omm… hhh… ehekmm…”
Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Rina semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.
Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.
Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama-kelamaan mulutnya menceracau.
“Aduhhh… ssshhh… iya… terusshh… mmmhhh… aduhhh… enak… Oommm…”
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.
Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.
Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua.
Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.
“Aduh, Oom… Rina lemes. Tapi enak banget.”
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina yang masih amat kencang.
Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan… kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme,dan Rina… entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.
Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah! Merasakan caranya memberiku “blowjob”, aku tahu bahwa ia baru saja belajar dari VCD.